Pencetus Komposter Resapan Biopori

Kumandaba.com Assalamualaikum semoga kalian dalam perlindungan tuhan yang esa. Saat Ini mari kita eksplorasi lebih dalam tentang Tokoh, Korbi. Catatan Informatif Tentang Tokoh, Korbi Pencetus Komposter Resapan Biopori Ikuti terus penjelasannya hingga dibagian paragraf terakhir.
Table of Contents
Melestarikan lingkungan hidup tak perlu teknologi yang sulit-sulit. Berbagi kepada yang miskin juga tidak perlu menunggu kaya. Itu falsafah Kamir Raziudin Brata yang sehari-hari mengajar mahasiswa di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kamir pula yang mencetuskan teknologi untuk melestarikan fauna tanah dengan komposter resapan biopori (KRB). Dari fungsi meresapkan air ke dalam tanah, KRB secara masif bisa mengurangi risiko banjir. KRB dibuat dengan alat sederhana sehingga Kamir menyebut tidaklah perlu teknologi yang sulit untuk melestarikan lingkungan. Lalu, apa pula maksud dia, tak perlu menunggu kaya untuk berbagi dengan mereka yang miskin? Sebab, KRB bisa sekaligus menampung sampah organik.
Dengan sendirinya, orang pun dituntut memilah sampah nonorganik, yang kemudian dipungut pemulung sebagai nafkah. “Tidak perlu menunggu kaya untuk berbagi kepada para pemulung,” kata Kamir sambil menunjukkan sebuah karung berisi antara lain kertas, plastik, botol, dan kaleng di sudut halaman rumahnya. Dalam sepekan, isi karung itu selalu habis dikuras para pemulung.
Komposter biopori KRB merupakan komposter silindris pada permukaan tanah. Ukurannya sengaja dibuat kecil untuk mengoptimalkan penampang vertikal tanah. Diameter yang lazim hanya 10 sentimeter. Kedalamannya cukup satu meter dengan pengertian lebih dari itu akan makin sedikit oksigen sehingga fauna tanah sulit bertahan hidup. Alat pembuat KRB disusun dari batang pipa besi 3/4 inci. Pada ujung bawah diberi mata bor tanah dengan lebar sesuai dengan diameter komposter yang diinginkan. Pada bagian atas dibuat pipa melintang untuk memudahkan pegangan ketika ingin memakainya. Tukang las besi di mana-mana bisa membuatnya,” kata Kamir, pria kelahiran Cirebon yang dikaruniai dua anak tersebut. Kerendahan hati juga mencuat pada sosok Kamir. Ia tak ingin mematenkan alat pembuat KRB meski alat tersebut ditemukannya sejak tahun 1976.
Akhir-akhir ini pihak instansi IPB-lah yang ingin mengajukan paten tersebut. Menurut Kamir, paten itu bermanfaat bagi IPB sekadar untuk mengingatkan asal-muasal KRB. Kelak akan memudahkan penelusuran metodologinya dalam kerangka teknologi untuk kelestarian lingkungan. Padahal, pada masa awal dia memulai menerapkan KRB banyak orang yang tak menanggapinya dengan serius. Mereka justru menganggap KRB terlalu sederhana, relatif bisa dilakukan semua orang. “Karena terlalu sederhana itu, orang mungkin jadi tidak percaya kalau KRB ada gunanya,” kata Kamir yang justru berusaha membuat alat sesederhana mungkin sehingga semua orang bisa menggunakannya.
Sosialisasi Sejak banjir besar melanda Jakarta sekitar Februari 2007, dia makin getol menyosialisasikan KRB kepada masyarakat. Ia menyosialisasikan KRB mulai dari tingkat rukun tetangga (RT) sampai provinsi, seperti DKI Jakarta, dan beberapa universitas di Indonesia. “Sosialisasi KRB sampai di tingkat RT sekaligus pertanggungjawaban moral seorang ilmuwan bagi masyarakat,” kata Kamir yang pada April 2007 mendapat penghargaan dari Wali Kota Bogor untuk KRB-nya itu. KRB memperkecil ruang alasan bagi masyarakat untuk tidak mengambil peran bagi upaya pelestarian lingkungan, dengan cara meresapkan air bersih (air hujan) sebanyak-banyaknya ke dalam tanah.
KRB dapat diaplikasikan pada lahan sempit dengan fleksibel sekalipun di lokasi yang secara ekstrem dibuat perkerasan 100 persen. Pemilik rumah dapat membuat KRB pada tanah terbuka, yang sekaligus menjadi jalur masuk ke rumah. Di sini yang penting lokasi KRB disesuaikan menjadi permukaan paling rendah sehingga air hujan mengalir ke KRB. Jarak KRB satu dengan yang lain juga sangat fleksibel, bisa sampai radius 20 sentimeter dengan perkerasan bibir komposter di permukaan. Kalau KRB berfungsi meresapkan air ke dalam tanah, lalu apa bedanya dengan sumur resapan atau situ? “Hal paling pokok yang membedakan KRB dengan sumur resapan atau situ adalah pada terciptanya komposter biopori pada KRB,” katanya.
Komposter biopori merupakan terowongan-terowongan kecil di dalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas fauna tanah seperti cacing, selain akibat sistem perakaran pohon. Komposter biopori ini terisi udara dan bisa memperlancar jalur air yang meresap. Letak beda yang juga krusial antara KRB, sumur resapan, dan situ adalah pada penambahan luas penampang tanah. Makin berkali-lipat luas penampang tanah, makin besar pula potensi meresapkan air ke dalam tanah. Kamir membuat perbandingan luas mulut komposter dari yang terkecil dengan diameter 10 sentimeter sampai 100 sentimeter. Makin kecil diameternya, maka beda kali lipat luas penampang tanahnya makin besar. Keanekaragaman hayati “KRB jelas-jelas berbeda dengan sumur resapan atau situ,” ujar Kamir sambil menambahkan, KRB memiliki kompleksitas fungsi. KRB berfungsi meningkatkan laju peresapan air ke dalam tanah untuk dijadikan sebagai cadangan air tanah.
Fungsi lainnya, sampah organik di dalam KRB pada hitungan waktu tertentu juga dapat dipungut kembali sebagai pupuk kompos. Keteruraian sampah organik di dalam KRB berkat peran biodiversitas (keanekaragaman hayati) tanah sehingga KRB sekaligus menjaga kelangsungan biodiversitas fauna tanah. “Selama ini keanekaragaman hayati yang dijaga seperti harimau yang akan punah atau jenis satwa lainnya yang mulai langka, tetapi fauna tanah jarang dijaga kelangsungan hidupnya,” kata Kamir bernada keluhan.
Dia menambahkan, di dalam tanah ada kehidupan. Semestinya, setiap manusia juga menjaga kehidupan di dalam tanah. Begitu tak diperhatikannya kelangsungan hidup fauna tanah, sampai-sampai Kamir kerap kali menyitir salah satu syair dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya karya Wage Rudolph Supratman. Ini demi menunjukkan pentingnya menjaga kehidupan di dalam tanah. Hal seperti itulah yang biasa dikemukakan Kamir saat memberikan sosialisasi fungsi KRB mulai dari tingkat RT sampai provinsi. Bait itu berbunyi, “Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya….” “Kesadaran pentingnya menjaga kehidupan tanah selalu diingatkan di dalam lagu kebangsaan kita,” kata Kamir.
Bila dikaitkan dengan isu pemanasan global, menurut Kamir, KRB bisa berfungsi untuk mengikat karbon dioksida. Belakangan, semakin banyak orang yang menerapkan KRB karena menganggap sistem ini dapat diandalkan. Namun, Kamir mengaku tak mungkin bekerja sendiri. Dia berharap banyak pihak berminat mengembangkan aplikasi KRB yang dirintisnya. “KRB terbukti bisa untuk mengurangi genangan. Tetapi, ketika hujan terjadi, faktanya, masih timbul genangan air di mana-mana dan mengakibatkan banyak jalan menjadi rusak parah,” katanya prihatin.
- Jokowi Beri Penghormatan Terakhir: Doa untuk Kedamaian Abadi Paus Fransiskus Di Tengah Duka Vatikan, Jokowi Hadir dan Panjatkan Doa untuk Paus Fransiskus Jokowi Melayat Paus Fransiskus: Semoga Kedamaian Abadi Menyertai Beliau Kepergian Paus Fransiskus: Jokowi Tur
- Ganjar Berduka: Bunda Iffet Selalu Membara! Kepergian Bunda Iffet: Ganjar Kenang Semangat yang Tak Padam Ganjar Kirim Doa untuk Bunda Iffet, Ungkap Sosok Penuh Energi Ganjar Melayat, Kisahkan Bunda Iffet: Inspirasi Tanpa Henti! Bunda Iff
- Jalur Sepeda Jakarta: Perang Lawan Pelanggar Dimulai! Jalur Sepeda Jadi Arena Balap Motor? Dishub Jakarta Bertindak! Jangan Coba-coba! Dishub Jakarta Perketat Pengawasan Jalur Sepeda. Jalur Sepeda Jakarta: Bebas Motor atau Mimpi Belaka? Awas Kena Sanksi! Dishub Jakarta Si
Itulah rangkuman menyeluruh seputar pencetus komposter resapan biopori yang saya paparkan dalam tokoh, korbi Jangan segan untuk mengeksplorasi topik ini lebih dalam tetap semangat berkolaborasi dan utamakan kesehatan keluarga. Jika kamu setuju Sampai jumpa lagi
✦ Tanya AI